Kamis, 25 Oktober 2012

Berapa Harga Logo Garuda Pancasila???





Jika Pertamina di tahun 2005 berani membayar 3M (US$255.000) untuk logo P berwarna merah hijau biru kepada Landor Associates, berapa harga yang layak untuk logo Garuda Pancasila? Cukupkah 3T untuk logo “dasar negara Indonesia”? Kalau kau tanya pada sang empunya ide, pasti beliau jawab “go to hell!”
Sebelum kita membahas berapa harga logo Garuda Pancasila ada baiknya kita lebih dulu mengetahui latar belakang dan makna yang terkandung di dalamnya.

Latar Belakang
Logo (selanjutnya kita sebut Lambang) Garuda Pancasila dirancang oleh Sultan Hamid II, Syarif Abdul Hamid Alkadrie, Putra sulung sultan Pontianak menurut ide dan mandat dari Presiden Sukarno. Pesannya bahwa lambang negara harus mencerminkan pandangan hidup bangsa. Atau dengan kata lain, dalam lambang negara Indonesia harus terkandung 5 sila yang sudah ditetapkan sebelumnya sebagai dasar negara Indonesia.
Setelah melewati proses demi proses, jadilah Lambang Garuda berperisai Pancasila. Diperkenalkan pertama kali kepada publik pada tanggal 15 Febuari 1950. Sedangkan Pancasila yang adalah dasar negara Indonesia sudah dicetuskan jauh sebelumnya yaitu pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI. Pancasila merupakan jawaban Presiden Sukarno atas pertanyaan ketua BPUPKI, Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat “Indonesia medeka yang akan kita dirikan nanti, dasarnya apa?” Buah pikir beliau ini disetujui secara aklamasi oleh segenap anggota BPUPKI, kemudian dijadikan pedoman untuk merumuskan dan menyusun dasar negara Indonesia, akhirnya disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.

Bukan Hafalan
Banyak dari kita hafal isi Pancasila, bahkan yang ngakunya “hafal mati” pun sangat banyak. Ada komentar “ga usah di hafalpun sudah hafal, kan gue rajin ikut upacara” Kalau dipikir lagi benar juga yah.. Mari saya ajak kalian hitung “kasarnya”.
Wajib belajar 9 tahun. Satu tahun 52 minggu. Jika setiap Senin upacara bendera, berarti sudah 468kali kita melafalkan isi Pancasila. Dan seingat saya, sebelum kita lafalkan, bukankah pembina upacara sudah terlebih dahulu membacakan, barulah kita mengulangnya? Apabila ditotal berarti sudah 936kali Pancasila masuk ke otak kita. Benar juga komentar “Ga usah dihafalpun sudah hafal” (Okelah jika dipotong dengan hari libur, hari hujan, hari tidak masuk sekolah, dan lain-lain tetapi penghitungan inipun belum termasuk berapa kali kita bertemu Pancasila di saat yang lain)
"Sangat disayangkan.. meski banyak yang hafal (sekalipun hafal mati!), tidak semuanya mengerti.”
Sebelum membuat tulisan ini, saya sudah terlebih dahulu “keliling”. Menanyai beberapa orang tentang apa yang mereka ketahui tentang makna yang terkandung dalam Pancasila. Kurang lebih pertanyaan seeprti ini: “menurut kamu sila ke-4 artinya apa?” (ini hanya satu contoh pertanyaan)
Mirisnya, dari 10 orang yang saya tanyai tidak satupun dari mereka memberikan saya jawaban yang memuaskan. Hmph..
Hai pembacaku, silahkan kalian lakuakan tes sendiri, berikan pertanyaan itu ke saudaramu sebangsa. Kalian akan temukan berbagai macam jawaban, dari yang aneh, yang ga nyambung, sampai yang ga lucu.. moga-moga saja kalian menemukan jawaban yang tepat. Atau jika tidak mau repot (gitu aja koq repot-red) tanya saja kepada diri sendiri, lalu dievaluasi sendiri “sudah puaskah anda dengan jawaban masing-masing?”
Ada seorang teman saya, sarjana yang begitu pintar; lulus kuliah cepat, IP bagus, sempat jadi asisten dosen pula. Ditengah perbincangan dia katakan “Pancasila bisa diartikan berbeda-beda” Hati saya ini tiba-tiba “DUG”. Saat itu juga saya berdoa semoga dia bukan cerminan Sarjana Indonesia masa kini (walaupun mungkin kenyataanya seperti itu). Sungguh saya terkaget, bagaimana mungkin jawaban seperti itu terlintas dalam benak anak bangsa yang berpendidikan tinggi? Jika setiap kita mengartikan Pancasila secara berbeda-beda, berarti kita ini sudah tidak lagi satu bangsa. Justru kau dan aku adalah saudara setanah air karena kita berdiri diatas dasar yang sama, baik bunyi dan artian. Pancasila-ku sama percis dengan Pancasila-mu. Bagiku dan bagimu Pancasila adalah satu.
Saya tidak bermaksud untuk menyalahkan siapun; baik teman saya, guru-guru yang yang tidak pernah mengajarkan makna Pancasila kepada muridnya, penulis buku PMP/PPKN/ (entahlah sekarang disebut apa mata pelajaran kenegaraan itu) yang hanya menjabarkan isi Pancasila tanpa memberikan penjelasannya satu persatu. Saya menulis karena panggilan jiwa, karena merasa turut bertanggung jawab untuk membagi pengetahuan yang saya dapat dari sang empunya. Sembari menaruh harap supaya jangan ada lagi insan Pancasila yang “ngaco” dalam mengartikan dasar negaranya sendiri.

Lambang
Setiap lambang memiliki arti masing-masing, namun hanya ada satu arti untuk satu lambang.”
Setiap lambang memiliki arti masing-masing” maksudnya ciri fisik pada lambang yang satu tidak dapat diartikan secara sama untuk lambang yang lain. Contoh konkret: merah pada bendera kita, sang Dwi Warna, artinya berani. Namun merah pada logo Pertamina artinya keuletan dan ketegasan.
Hanya ada satu arti untuk satu lambang.” bukan berarti tidak boleh punya makna yang sama dengan lambang yang sudah ada, melainkan tidak dibenarkan bagi siapapun untuk mengartikan sendiri ciri fisik yang ada pada lambang tertentu. Contoh konkret: Jika direktur Pertamina mengatakan merahnya sang Dwi Warna adalah keuletan dan ketegasan, tidak kah itu salah? Sekalipun seorang presiden mengatakan merahnya Logo Pertamina adalah simbol keberanian, ia tetap salah.
Sebab, arti suatu lambang berpangkal dari sang creator. Siapa yang menciptakan dialah yang menetapkan artinya. Dan siapapun selain sang pencipta tidak dapat mengartikan semaunya sendiri.
Kesimpulannya, makna yang terkandung dalam Pancasila adalah sama bagi kita semua, yaitu makna yang dibuat Presiden Sukarno selaku pencipta Pancasila. Maka acuan yang saya gunakan dalam bahasan “Makna Pancasila” sepenuhnya berpangkal dari pemikiran beliau.

Makna Pancasila
Pancasila
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ketuhanan Yang Maha Esa” dismbolkan dengan lambang Bintang Nur Cahaya.
Mengutip kata-kata Presiden Sukarno “Masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri” Indonesia bukan negara sekuler dan juga bukan negara agama. Hanya Founding Father kita mengingini Indonesia yang bertaqwa. Setiap kita harus beragama (di Indonesia kalau tidak punya agama bisa masuk penjara lowh!-red). Setiap kita dijamin oleh negara dapat secara bebas memilih agama-Nya masing-masing dan dengan leluasa menjalankan ibadahnya seusai kepercayaan. Untuk itu diperlukan sikap hormat-menghormati satu sama lain. Menjunjung prularisme kehidupan beragama demi kerukunan antar umat.
Sila Ketuhanan ini diharapkan juga menjadi pengingat bagi kita semua bahwa disamping perjuangan para pahlawan, Indonesia Merdeka adalah restu Tuhan Yang Maha Esa. Dan jika setiap umat beragama mengamalkan ajarana agamanya dengan benar, niscaya Indonesia menjadi negara yang dipenuhi dengan kebaikan Tuhan.
Kemanusiaan yang adil dan beradab” dismbolkan dengan lambang untaian rantai dengan cincin bulat dan persegi.
Rasa kemanusiaan haruslah mengatasi rasa kebangsaan, sebab Indonesia hanya bagian kecil dari sekian banyak bangsa penghuni bumi. Mengutip kalimat Presiden Sukarno “Internasioanlisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup di dalam taman sarinya internasionalisme.” Maka dari itu, dalam urutan Pancasila, sila kemanusiaan diposisikan lebih tinggi diatas sila Persatuan Indonesia (tanpa mengurangi pentingnya keutuhan bangsa).
Tidak diragukan lagi kecintaan bapak bangsa kita kepada negri dan rakyatnya, namun beliau dengan bijaksana menekankan bahwa bangsa Indonesia tidak boleh memiliki rasa nasionalisme yang berlebihan (chauvinisme). Pesannya, “Janganlah berkata, bahwa bangsa Indonesia-lah yang terbagus dan termulia, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia.” Landasan menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia tidak lain adalah rasa kemanusiaan yang adil dan beradab. Di dalam rasa kemanusiaan terkandung nilai-nilai kebaikan yang bersifat universal, berlaku umum disetiap penjuru dunia.
Saya teringat beberapa tahun lalu ada seseorang berkomentar, “Kemanusiaan tuch bahasa yang berat banget. Sampe keder” Lalu saya jawab, “Sebenarnya bukan berat.. tapi luas. Dan tidak perlu sampe keder, sebab untuk tau apakah suatu tindakan ber-prikemanusiaan atau tidak.. kita hanya cukup menanyakan pada kedalaman hati. Apakah yang kamu lihat manusiawi atau tidak.. itu saja” (entah benar atau tidak tanggapan tsb, jawaban itu keluar begitu saja dari mulut saya tanpa harus pikir panjang. Ya, setidaknya saya bisa membuat orang yang umurnya kira-kira 15 tahun diatas umur saya terdiam sejenak. Lalu tersenyum menatap saya.)
Persatuan Indonesia” dismbolkan dengan lambang pohon beringin.
Persatuan Indonesia yang dimaksud Presiden Sukarno adalah Indonesia yang satu dalam artian geopolitik. Persatuan Indonesia lebih dari “kehendak untuk bersatu”, lebih dari “satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib”, Persatuan Indonesia adalah tentang “persatuan antara orang dan tempat” (Presiden Sukarno menyetujui prinsip kebangsaan Sdr.Ki Bagus Hadikoesoemo). Prinsip kebangsaan Ernest Renan dan Otto Bauer diatas (secara runut) dianggapnya hanya memandang “kesatuan” dari sudut pandang individunya saja, hanya memikirkan perasamaan, jiwa dan kehendaknya saja.
Persatuan Indonesia yang dicita-citakan Presiden Sukarno adalah persatuan orang dan tempat yang tidak dapat dipisahkan. Rakyat Indonesia sekalipun tediri dari banyak suku bangsa tetapi adalah satu. Tanah air Indonesia yang adalah negri 17.508 pulau, meski dalamnya laut misahkan, jauhnya jarak membentang ditengah katulistiwa, tanah air Indonesia adalah satu, selamanya. “Bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang menurut geopolitik, yang telah ditentukan oleh Allah SWT, tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesai dari ujung utara Sumatra sampai ke Irian! Seluruhnya!” oleh Presiden Sukarno.
Belum sampai satu abad Indonesia merdeka, Timor Timur sudah minggat, Aceh dan Irian belum lama hampir minggat, Pulau Sipadan dan Ligitan diambil negri tetangga. Bagaimana ini?! Saudaraku.. Agar kita dapat yang menikmati alam kemerdekaan, beliau bersama pahlawan lainnya sampai harus sediakan nyawa di baris terdepan. Bagi kita yang tidak dikenalnya sekalipun, beliau-beliau sudah dengan ikhlas hati mengambil alih tanggung jawab kita sebagai pejuang. Tidakkah tersentuh hatimu saudara? Tidakkah pengorbanan beliau-beliau ini mengerakan segenap jiwa raga untuk menjaga ibu pertiwi? Saudaraku.. dengan kesamaan cita-cita, kita adalah saudara, namun yang lebih dari itu bahwasannya kita semua telah ditakdirkan bersama sebagai saudara di atas bumi Indonesia oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dari hatiku pribadi menggema, “Aku ga ingin pisah darimu, pun tidak ingin karena satu alasan apapun terpisah dari mu.” Biarlah pesan bapak bangsa kita, yang telah terukir dalam gelora perjuangan kemerdekaan Indonesia juga terpatri dalam hati setiap anak bangsanya. Biarlah ini menjadi janji dan cita-cita kita bersama.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” dismbolkan dengan lambang kepala banteng.
Cerminan sistem pemerintahan kerakyatan yaitu demokrasi (dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat). Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang dasarnya permusyawaratan/perwakilan, dan dalam menjalankan demokrasi tersebut idealnya kita dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.
Presiden Sukarno meyakini “Bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan.” Segala hal yang menjadi aspirasi rakyat ditampung dalam suatu badan perwakilan rakyat. Anggotanya terdiri dari para pemimpin rakyat yang masing-masing hadir sebagai wakil rakyat dari rakyat yang memilihnya. Dalam badan perwakilan rakyat inilah para wakil rakyat dengan cara mufakat dapat memperjuangkan aspirasi setiap rakyat yang diwakilkannya. Mufakat dapat terapai melalui permusyawaratan. Permusyawaratan berasal dari kata dasar musyawarah. Inti musyawarah terletak pada pembicaraan menuju suatu kesepakatan yang mufakat, yang dapat diterima bersama.
Dengan mengedepankan semangat musyawarah tidak akan menciptakan kelompok mayoritas-minoritas, sebagaimana demokrasi langsung yang memungkinan “the winner takes all”. Namun jika jalan musyawarah tidak dapat ditempuh, menurut Presiden Sukarno kita harus menjunjung semangat “fair play” yaitu minoritas menjadi penyempurna mayoritas
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dismbolkan dengan lambang padi dan kapas.
Gambaran Presiden Sukarno tentang Indonesia Merdeka “..yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang-pangan kepadanya.” Ini adalah prinsip kesejahterahan-nya Presiden Sukarno, prinsip tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka.
Beliau tidak ingin demokrasi Indonesia mengikuti demokrasi barat, yang tiap-tiap rakyatnya meski memiliki hak politik yang sama (politieke rechtvaardigheid / keadilan politik), namun tidak dengan hak ekonominya (sociale rechtvaardigheid / keadilan sosial). Beliau inginkan suatu bentuk demokrasi yang mampu mendatangkan kesejahterahan sosial “Di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya”.
Preseiden Sukarno sering mensimbolkan kemerdekaan sebagai “jembatan emas.” Dikatakannya “Disebrang jembatan-jembatan emas inilah baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi.” Sehingga kemerdekaan bukanlah akhir dari perjuangan panjang bangsa Indonesia, melainkan awal perjuangan baru. Perjuangan baru yang para pejuangnya adalah KITA.

Berapa harga logo Garuda Pancasila
Kembali ke topic utama, “Berapa harga logo Garuda Pancasila?” cukupkah 3M atau bahkan 3T?
Teringat ketika mengawali tulisan ini, saya belum tau jawaban apa yang harus saya berikan. Hanya modal keyakinan bahwa pada saatnya saya dapat temukan jawaban yang paling bijak. Sampai point diatas rampung pun, saya masih belum terpikir “hendak ku jawab apa pertanyaan yang ku buat sendiri ini.” Saya memang bukan dari jurusan politik, saya dari jurusan komunikasi periklanan (jauhkan?). Jadi tolong maafkan jika jawaban saya masih kurang memuaskan. Oleh sebab saya telah berani memulai dengan pertanyaan, saya juga harus berani mengakhiri dengan jawaban (Ini sebuah prinsip)
Hmph.. kuputuskan untuk merenung sejenak, berdoa kepada Tuhanku “Tuhan Yesus, Presiden Sukarno pasti ada di surga, rumahMu pun di surga, kalo boleh tolong tanyakan pada beliau.. saya harus jawab apa ini.. Setidaknya tolong buka pikiran saya Tuhan.. supaya dapat memberikan jawaban dengan kebijakan yang berasal dari Mu. Amin.” Entah apa yang saya lakukan ini mau dibilang “aneh” atau “nulis aja koq sampe berdoa-doa” :p Saya sih gampang saja.. kalau mau dianggap aneh yah.. sok.. ini alam demokrasi. Siapapun boleh punya pendapat.
Inilah pendapat saya...
  • Pancasila adalah dasar negara. Di atas dasar itu kita hidup di alam Indonesia Merdeka. Garuda si rajawali emas mitologi hindu, raja dari segala burung adalah lambang Negara Kesatuan Indonesia. Keduanya, bersama lagu Indonesia Raya, Sang saka merah putih, bahasa Indonesia, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah materai yang mengesahan kedaulatan Indonesia.
  • Jika kertas putih yang di atasnya ditulis surat warisan saya andaikan sebagai tanah air,
  • Berarti setiap hurufnya adalah rangkaian kisah perjuangan,
  • Penanya adalah para pahlawan bangsa, dengan berpeluh mereka mengukir sebuah kisah panjang..
  • Darah dan semangat pengorbanan sampai mereka jadikan tinta.
  • Di akhir surat yang bertuliskan atas nama bangsa Indonesia, Proklamator kita membubuhkan tanda tangannya di atas materai pengesahan kedaulatan Indonesia.
  • Kepada siapakah surat warisan itu ditujukan? Tertulis “Kepada yang tercinta segenap anak bangsa-ku”
Bukankah harga logo pancasila adalah seharga perjuangan para pahlawan bangsa? Seharga curahan waktu, pikiran dan tenaga mereka? Seharga tetesan darah dan semangat pengorbanan mereka? Untuk sebuah logo yang diatasnya tanda tangan proklamator, seluruh pahlawan kita telah memberikan segalanya dengan cinta dan keikhlasan.
Tiba-tiba terbesit dalam pikiran saya, jika semua itu diberikanya kepada kita dengan keikhlasan.. tidak mungkin mereka “bicara harga.” Andaikata (andaikata yah..-red) mereka menjawab “seikhlasnya saja de..” Berapa harga yang kita berani bayar? Saudaraku.. coba pikirkan.. coba renungkan.. Kita berani bayar berapa? Uhm?! Baiklah ini menjadi pertanyaan yang harus dijawab oleh masing-masing kita..
Pelajar, beranikah kamu membayar dengan prestasi? Pejabat negara, beranikah kamu membayar dengan kejujuran dan pengabdian? Pengusaha, beranikah kamu membayar dengan menyetorkan pajak sesuai ketentuan, memberikan gaji karyawanmu atas dasar keadilan sosial? Siapapun kita.. jawablah.. Beranikah kamu membayar dengan kontribusi terbaik bagi nusa dan bangsa?
Akupun sudah punya jawaban, detailnya biar kusampaikan dilain waktu dan tempat, agar tidak terkesan “curhat”. Yang pasti.. aku berani membayar dengan apapun, asalkan aku tidak harus merelakan ayah maju ke medan laga, yang kepergiannya menyisakan air mata dan kepulangannya tak seorangpun tau. Aku berani membayar dengan apapun, asalkan aku bisa sekolah, minimal 9 tahun. Aku berani membayar dengan apapun, asalkan aku tidak harus pakai baju yang terbuat dari goni. Aku berani membayar dengan apapun, asalkan tidak mengalami masa “dari sejak lahir sampai mati masih terjajah.” Aku berani membayar dengan apapun, asalkan aku tidak perlu merasa ketakutan akan ditangkap-masuk penjara oleh sebab tulisanku yang bernada nasionalis, pun tidak perlu menggunakan nama samaran untuk menghasilkan karya yang menjadi konsumsi publik. Aku berani membayar dengan apapun, asalkan aku, ibuku, ayahku, adikku, dan saudara sebangsaku tidak dipanggil “inlander”, asalkan kita semua bisa berdiri sama tegak, memandang mata dengan mata, kepada si “bule” (jelas ini tentang harga diri). Aku berani membayar dengan apapun, asalkan aku boleh punya cita-cita setinggi langit, boleh punya kesempatan meraihnya dengan segala kemampuan yang dititipkan Yang Maha Kuasa kepadaku. Dan setelah sekian banyak alasan yang sudah kusebutkan, aku masih punya lebih banyak lagi alasan untuk berani membayar pengorbanan pahlawanku dengan apapun..
Meminjam sepenggal lirik lagunya Band Cokelat, karangan Mas Eros, Sheila on 7. Ya, aku tau.. memang “ku tak seharum bunga mawar, tapi slalu ku coba tuk mengharumkanmu” Indonesiaku..
Sebelum dianggap melecehkan pahlawan, sekali lagi saya katakan bahwa jawaban “Seikhlasnya saja de..” hanya pengandaian saya saja. Tidak mungkin kalimat itu keluar dari mulut pahlawan kita. Viranica hanya bermaksud memancing pikiran pembaca. Toh saya meyakini beliau semua tidak akan minta apapun dari kita. Jika ada kata-kata yang keluar dari mereka pastilah kalimat yang bijaksana, misalnya “kami ikhlas de.. tak ada keikhlasan yang mengharap balas” atau “kami wariskan bangsa ini agar kamu semua boleh punya hari yang cerah.. nikmatilah dan jagalah baik-baik yah..”

-sekian-

Sebagaimana ilmu adalah anugrah dari yang Hyang Widi (widi berasal dari bahasa sansekerta widya, yang artinya pengetahuan), Tuhan yang Maha tau, Tuhan yang tau segalanya, Tuhan sumber pengetahuan; saya selaku hanya hamba-Nya yang menerima titipan pengetahuan menulis dengan alasan ingin menulis dan berbagi. Jika masih ada kekurangan, saya minta maaf, sekaligus dengan rendah hati mengakui otak saya ini kecil, sedangkan Tuhan maha besar. Otakku tidak pernah mampu terima “utuh” pengetahuan dari-Nya, hanya bisa terima sebagian. Maka dari itu saya mengajak teman-teman yang juga terima titipan pengetahuan supaya mau berbagi. Dari hatiku yang terdalam, Terima kasih untuk semua.

0 komentar:

Posting Komentar